TENTANGKITA.CO, JAKARTA – Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Ketua Dewan Syuro Masjid Jogokariyan, Yogyakarta, Muhammad Jazir ASP meninggal dunia pagi ini, Senin 22 Desember 2025.
Kabar duka tersebut disebarkan antara lain oleh akun Instagram Masjid Jogokariyan, @masjidjogokariyan, Senin 22 Desember 2025.
“Setiap langkah beliau adalah dakwah, setiap ucapan beliau adalah ilmu. Kami sangat kehilangan sosok inspiratif yang selama ini menjadi inspirasi dan arsitek perjuangan pergerakan Masjid Jogokariyan, Jogja, Indonesia serta akhirnya menjadi inspirasi bagi puluhan ribu masjid di seluruh dunia,” tulis @masjidjogokariyan.
“Semoga Allah SWT mengampuni segala khilaf dan mengumpulkan beliau bersama orang2 soleh, jamaah Masjid seluruh dunia di surga.”
Berbagai sumber menyatakan Ustadz Jazir, begitu beliau biasa disebut, lahir pada 28 Oktober 1952 di Yogyakarta. Sebelumnya, Ustadz Jazir aktif di kepengurusan Muhammadiyah. Sejak 1999, dia memimpin takmir Masjid Jogokariyan.
Ambisinya demi merealisasikan cita-cita ini tak hanya “berhenti” pada Masjid Jogokariyan. Tanpa lelah, Ustadz Jazir menularkan semangat ini ke banyak masjid, banyak komunitas Muslim.
Di antara misinya ialah menjadikan tiap masjid memiliki program-program yang bertujuan menyejahterakan masyarakat sekitar. Tokoh kelahiran Yogyakarta, 28 Oktober 1962 itu percaya, masjid tidak sekadar jadi tempat melaksanakan shalat, tetapi pendorong kemajuan sosial-ekonomi warga.
Sosok yang gemar berpakaian khas nuansa Jawa itu menekankan, “jiwa” masjid adalah umat Islam, bukan fisik bangunan itu. Dan, tiap insan telah dianugerahi akal pikiran serta hati oleh Allah Ta’ala.
Sejak muda, seperti dilansir republika.co.id, Ustadz Jazir sudah jatuh cinta pada kegiatan-kegiatan memakmurkan masjid. Alumnus Fakultas Tarbiyah IAIN (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) itu sebelum berkiprah di ketakmiran Masjid Jogokariyan sudah aktif dalam pendidikan.
Pada 1986, ia merintis TK Alquran. Hebatnya, model pengajian anak-anak yang dirancangnya di sana tidak cuma diterapkan di Yogyakarta. Model itu ternyata sukses dikembangkan di Indonesia dan bahkan ke sejumlah negara Asia Tenggara. Presiden RI saat itu, BJ Habibie, sampai-sampai memberikan anugerah Tokoh Perintis Gerakan Alquran Tingkat Nasional kepada dirinya.
Dalam menakhodai Takmir Masjid Jogokariyan, Ustadz Jazir mengungkapkan “resep” kepemimpinan yang dijalankannya. Ia menegaskan, kebersamaan adalah kata kunci yang penting dipegang teguh. “One man show” tidak pernah ada dalam kamus hidupnya.
Kata kunci lainnya adalah kepedulian. Sasarannya ialah masyarakat, khususnya kaum Muslimin, baik yang ada di sekitar masjid maupun dalam artian luas. Dengan demikian, program-program dibuat oleh pihak takmir betul-betul menyasar masyarakat, baik sebagai penerima manfaat maupun mengajak mereka agar beramal kebaikan.
Penerapan dua kata kunci itu berhasil maksimal. Pada 2000-2003, infak per tahun Masjid Jogokariyan rata-rata Rp43 juta. Pada 2019, jumlah perputaran dana amal itu bisa mencapai Rp3,6 miliar per tahun. Pengelolaan zakat juga melonjak dari sekira Rp 4juta—5 juta, menjadi Rp 1,7 miliar per tahun.
Masjid Jogokariyan menyadari besar tanggung jawab dalam meningkatkan kepedulian itu. Saat diwawancarai republika.co.id, pada 2019, Ustadz Jazir mengungkapkan, ada 380 keluarga sangat miskin di sekitaran masjid ini.
Mereka itulah yang terus berusaha dicukupi kebutuhannya. Tiap 15 hari, misal, mereka dikirimkan beragam sembako demi bisa memenuhi kebutuhan keluarga.
Ada pula 180 KK penerima Kartu ATM Beras, yang bisa diambil 24 jam di ATM Beras Masjid Jogokariyan. Mereka turut memiliki poliklinik gratis yang memberi layanan kesehatan kepada lebih dari 1.830 KK.
