Selasa, 28 Oktober 2025

7 Tingkatan Shalat Dalam Pandangan Imam Al-Ghazali

Imam Abu Hamid Al-Ghazali, ulama besar dan sufi agung dari abad ke-11, menaruh perhatian besar terhadap persoalan ini. Dalam karya monumentalnya, Ihya’ Ulumuddin, beliau menjelaskan secara detail bagaimana cara menjadikan shalat bukan sekadar rutinitas, melainkan pengalaman spiritual yang menghidupkan hati dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Hot News

TENTANGKITA.CO, JAKARTA – Shalat adalah ibadah paling agung dalam ajaran Islam bahkan disebut sebagai tiang agama yang menjadi penopang utama hubungan manusia dengan Allah.

Orang yang menegakkan shalat menempati posisi tertinggi. Meski begitu, tidak semua shalat memiliki kualitas yang sama. Ada shalat yang hanya menggugurkan kewajiban, dan ada pula shalat yang mengantarkan pelakunya kepada kedekatan spiritual yang mendalam.

Imam Abu Hamid Al-Ghazali, ulama besar dan sufi agung dari abad ke-11, menaruh perhatian besar terhadap persoalan ini. Dalam karya monumentalnya, Ihya’ Ulumuddin, beliau menjelaskan secara detail bagaimana cara menjadikan shalat bukan sekadar rutinitas, melainkan pengalaman spiritual yang menghidupkan hati dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Shalat sebagai Cermin Kehidupan Batin

Menurut Imam Al-Ghazali, kualitas shalat seseorang adalah cermin dari kondisi hatinya. Bila hati lalai, maka shalat pun akan kosong dari makna. Bila hati hidup, maka shalat akan menjadi jembatan menuju Allah.

Dalam kitab Ihya Ulumuddin, beliau menulis:

“Ketahuilah, hakikat shalat adalah hadirnya hati di hadapan Allah. Siapa yang berdiri dalam shalat sementara hatinya berpaling kepada dunia, maka ia seperti tubuh tanpa ruh.”

Artinya, shalat yang sejati bukan sekadar gerakan tubuh, melainkan perjumpaan batin antara hamba dan Tuhannya. Karenanya, tujuan utama shalat bukan hanya untuk menunaikan kewajiban, tetapi untuk menumbuhkan kesadaran dan cinta kepada Allah.

Tujuh Tingkatan Shalat Menurut Imam Al-Ghazali

Masih dalam Ihya’ Ulumuddin, Imam Al-Ghazali membagi kualitas shalat menjadi tujuh tingkatan, dari yang paling rendah hingga paling tinggi. Setiap tingkatan mencerminkan kedalaman hubungan seorang hamba dengan Allah.

  1. Shalat orang lalai (ghafil); Hanya melakukan gerakan lahiriah tanpa kesadaran makna. Inilah shalat orang yang sekadar menggugurkan kewajiban.
  2. Shalat orang yang sadar secara lahir; Ia menunaikan shalat dengan benar sesuai syariat, tetapi hati masih sering melayang.​​​​​​​
  3. Shalat orang yang menjaga kehadiran hati; Ia berusaha fokus dan memahami setiap bacaan. Hatinya mulai hadir.​​​​​​​
  4. Shalat orang yang khusyuk; Hatinya tenang, pikirannya tertuju penuh kepada Allah. Ia merasa sedang berdiri di hadapan-Nya.​​​​​​​
  5. Shalat orang yang menyaksikan kebesaran Allah; Ia merasakan keagungan dan kehadiran Allah seolah-olah melihat-Nya.​​​​​​​
  6. Shalat orang yang fana dari diri sendiri; Ia tidak lagi melihat dirinya, hanya Allah yang hadir dalam kesadarannya. Inilah puncak khusyuk para arifin (orang-orang yang mengenal Allah).​​​​​​​
  7. Shalatnya para nabi dan wali; Mereka shalat bukan karena perintah atau pahala, melainkan karena cinta. Shalat menjadi kebutuhan jiwa, bukan beban kewajiban.
BACA DEH  Hasil Hisab Muhammadiyah: Awal Ramadhan Jatuh pada 17 Februari, Idulfitri 20 Maret 2025

Persiapan Batin Sebelum Shalat

Imam Al-Ghazali menekankan pentingnya tazkiyatun nafs — penyucian hati — sebelum shalat dimulai. Sebab, hati yang kotor tak akan mampu merasakan kehadiran Allah. Ada tiga hal utama yang beliau anjurkan sebagai persiapan batin:

Niat yang murni (ikhlas); Niatkan shalat bukan karena kewajiban sosial, tetapi karena kerinduan untuk berjumpa dengan Allah.​​​​​​​

Tafakkur sebelum shalat; Luangkan sejenak waktu untuk menyadari siapa diri kita dan kepada siapa kita akan berbicara. Ini akan menumbuhkan rasa ta’dzim (penghormatan) kepada Allah.​​​​​​​

Tobat dari dosa kecil maupun besar; Dosa yang belum disesali ibarat noda di cermin hati — menghalangi pantulan cahaya Ilahi dalam shalat.

Menghidupkan Khusyuk dalam Gerakan dan Bacaan

Dalam kitab Al-Adab fid Din, terdapat uraian yang cukup menarik dari Imam Al-Ghazali. Saat menjelaskan tentang tatakrama shalat, beliau memberikan tips dan trik bagaimana seseorang bisa menjalani shalat dengan mendekati kesempurnaan:

“Tatakrama shalat ialah merendahkan diri, khusyu’, menampakkan kehinaan, menghadirkan hati, menafikan waswas, mengabaikan godaan hati baik yang nampak ataupun tidak, menertibkan anggota tubuh, merendahkan pandangan mata, meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri, menghayati makna bacaan, membaca takbir dengan kewibawaan, ruku’ dengan merendahkan diri, sujud dengan khusyu’, membaca tasbih dengan pengagungan, membaca tasyahud dengan persaksian di dalam hati, mengucap salam dengan penuh kasih, menyelesaikan shalat dengan rasa khawatir dan berusaha untuk mengharap keridloan (Al-Imam Al-Ghazali, Al-Adab fi al-Din, [Kediri, Pondok Pesantren Petuk, tt], h. 13)

Menjadikan Shalat sebagai Obat Hati

Imam Al-Ghazali meyakini bahwa shalat yang dilakukan dengan penuh kesadaran adalah obat bagi kegelisahan jiwa. Shalat yang berkualitas menenangkan batin, menghapus kegelisahan, dan menumbuhkan rasa cukup.

BACA DEH  Hasil Hisab Muhammadiyah: Awal Ramadhan Jatuh pada 17 Februari, Idulfitri 20 Maret 2025

Dalam kitab Ihya beliau menulis: “Shalat adalah penyucian hati dari karat dunia. Sebagaimana air membersihkan tubuh, shalat membersihkan ruh dari debu dosa.”

Dengan shalat yang berkualitas, seseorang tidak lagi menjadikan dunia sebagai sumber kebahagiaan, melainkan menjadikan kedekatan dengan Allah sebagai sumber ketenangan sejati.

Bagi Imam Al-Ghazali, puncak dari shalat yang berkualitas adalah ketika seseorang menemukan kenikmatan dalam sujudnya. Ia tidak ingin cepat-cepat bangun, karena di sanalah hatinya merasa paling dekat dengan Tuhannya. Maka, perjalanan menuju shalat yang berkualitas bukan tentang berapa lama kita berdiri, tapi seberapa dalam hati kita hadir.

Dengan demikian, mengakhiri tulisan ini, penulis mengajak marilah kita belajar menunaikan shalat bukan sekadar sebagai kewajiban, tetapi sebagai jalan menuju kedamaian jiwa dan cinta Ilahi. (Muhammad Ibnu Sahroji/kemenag.go.id)

Temukan Artikel Viral kami di Google News
Artikel Terkait
Terpopuler
Terbaru

Pengentasan Kemiskinan: Mengintip Catatan Grameen Bank, BRAC, dan PNM

TENTANGKITA.CO – PENGENTASAN KEMISKINAN selalu menjadi janji dari setiap pemerintahan. Namun, janji tinggal janji apabila tidak ada kebijakan yang...