Rabu, 8 Mei 2024

Dilarang atau Tidak Boleh Shalat Sunnah Dhuha Setiap Hari? Begini Pandangan Muhammadiyah

Menurut Ibnul Qayyim di dalam kitab al-Hadyu, ada enam pendapat ulama mengenai hukum pelaksanaan shalat sunnah dhuha yaitu

Hot News

TENTANGKITA.CO – Benarkah tidak boleh atau dilarang melakukan shalat sunnah Dhuha setiap hari?

Adakah dalil yang menyatakan memang tidak boleh atau dilarang melakukan shalat sunnah Dhuha setiap hari?

Simak ulasan dari laman Muhammadiyah tentang hal itu di bawah ini.

Dalam artikel bertajuk Dilarang Sholat Dhuha Setiap Hari, Benarkah? laman resmi Muhammadiyah, muhammadiyah.or.id, menyebutkan memang ada pemahaman di kalangan umat Islam yang menyatakan shalat dhuha tidak boleh dilakukan setiap hari.

Yang menjadi dalil dari pemahaman atau pendapat seperti itu adalah dilandasi oleh hadits Nabi dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

Artinya: Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Syaqiq, ia berkata: Aku bertanya kepada ‘Aisyah, “Apakah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam selalu melaksanakan shalat dhuha?”, ‘Aisyah menjawab, “Tidak, kecuali beliau baru tiba dari perjalanannya” (HR. Muslim)

Memang, apabila hanya berdasarkan dalil hadits Nabi dari ‘Aisyah yang diriwayatkan oleh Muslim dan atsar Ibnu Abbas serta sahabat lainnya, kesimpulannya adalah Nabi dan para sahabat tidak rutin menunaikan shalat sunnah dhuha.

BACA JUGA: Kesaksian Ustadz Adi Hidayat: Mencium Aroma Wangi di Makam Mbah Moen

Akan tetapi, apabila menili alasan dan melihat juga kepada hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan atsar sahabat lainnya, maka kita akan temukan tuntunan mengenai shalat sunnah Dhuha yang berbeda.

Tulisan itu menyimpulkan bahwa ada hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan atsar para sahabat mengenai shalat dhuha yang secara lahiriah berbeda satu sama lainnya. Pada akhirnya, hal itu memunculkan perbedaan pendapat di kalangan para ulama.

ENAM PENDAPAT ULAMA

Menurut Ibnul Qayyim di dalam kitab al-Hadyu, ada enam pendapat ulama mengenai hukum pelaksanaan shalat sunnah dhuha yaitu

Pertama: Mustahab (sunnah)

Kedua: Tidak disyariatkan melainkan ada sebab seperti pembukaan kota Mekkah, pembunuhan Abu Jahal, permintaan sahabat yang bernama ‘Itban agar Nabi shalat di salah satu sudut rumahnya, serta pulang dari perjalanan.  Semua sebab tersebut terjadi waktu dhuha.

Ketiga: Sama sekali tidak mustahab sebagaimana Abdurrahman bin Auf dan Ibnu Mas’ud tidak pernah melakukannya.

Keempat: Mustahab (sunnah) kadang-kadang dilakukan dan kadang-kadang ditinggalkan. Artinya tidak dilakukan terus-menerus. Pendapat ini berdasar hadits riwayat Ahmad. Alasannya, hadits Abu Sa’id bahwa “Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam itu shalat dhuha sehingga kami mengatakan beliau tidak akan meninggalkannya, dan beliau itu meninggalkannya sehingga kami mengatakan beliau tidak akan melakukannya” (HR. al-Hakim).

BACA JUGA: Terlambat alias Masbuk saat Shalat Berjamaah, Haruskah Bentuk Shaf Jamaah Baru? Ini Pendapat Muhammadiyah

Diriwayatkan pula dari Ikrimah: “Adalah Ibnu Abbas itu melakukan shalat dhuha sepuluh (hari) dan meninggalkannya sepuluh (hari).”

Ats-Tsauri berkata:  Diriwayatkan dari Mansur: “Para sahabat tidak suka melakukannya terus-menerus seperti shalat wajib.”

Ada juga hadits yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Jubair: “Sungguh aku meninggalkannya padahal aku menyukainya karena aku takut menganggapnya sebagai kewajiban atasku.”

Kelima: Mustahab (sunnah) dilakukan secara terus menerus di rumah.

Keenam: Ia adalah bid’ah

An-Nawawi juga menyimpulkan memang ada hadits yang berbeda satu sama lain ketika mengatur hukum tentang shalat sunnah dhuha. Akan tetapi, beliau pada akhirnya menyatakan bahwa shalat dhuha itu menurut mayoritas ulama hukumnya sunnah muakkad.

Adapun cara mengharmoniskan dua hadits yang tampak bertentangan; yaitu yang satu menafikan dan yang satunya lagi menetapkan, terutama yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha, ialah bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan shalat dhuha pada sebagian waktu karena keutamaannya dan beliau meninggalkannya pada waktu lain karena takut akan difardhukan.

Sementara itu, pernyataan ‘Aisyah bahwa “Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak melakukannya melainkan baru tiba dari perjalanan” (hadits yang disebut dalam pertanyaan di atas) maksudnya ialah ‘Aisyah tidak pernah melihat.

BACA JUGA: Mbah Moen: Jangan Tinggalkan Bacaan Ini Usai Shalat Fardu, Dijamin Rezeki Mengalir Deras

Padahal belum tentu jika ‘Aisyah tidak melihat, Nabi tidak melakukannya. Argumentasinya adalah bahwa Nabi jarang bersama ‘Aisyah pada waktu dhuha karena mungkin sedang dalam perjalanan, atau berada di tempat tapi beliau di masjid atau tempat lain.

Selain itu, jika baginda Nabi berada bersama istri-istri beliau, maka Rasulullah berada di tempat ‘Aisyah hanyalah pada hari kesembilan sehingga benarlah jika ‘Aisyah mengatakan “saya tidak pernah melihat”.

Atau, perkataan ‘Aisyah: “Nabi tidak melakukannya” itu artinya tidak melakukannya terus-menerus, sehingga yang dinafikan adalah kerajinan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, bukan shalat beliau.

Sementara pendapat Ibnu Umar mengenai shalat dhuha bahwa ia adalah bid’ah maksudnya adalah shalat dhuha di masjid dan memamerkannya. Atau maksudnya, yang bid’ah itu adalah terus-menerus melakukannya, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak melakukannya terus-menerus sebab beliau khawatir akan dijadikan fardhu.

Namun ini adalah untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Adapun untuk umat Islam, disunnahkan untuk terus-menerus melakukannya sebagaimana dalam hadits-hadits berikut:

  1. Hadits riwayat Abu Hurairah:

“Dari Abu Hurairah (diriwayatkan bahwa) ia berkata: “Kawan karibku (Rasulullah) shallallahu ‘alaihi wasallam mewasiatiku tiga hal: Puasa tiga hari pada setiap bulan, shalat dhuha dua rakaat, dan shalat witir sebelum tidur” (HR. Muslim).

  1. Hadits riwayat Abu ad-Darda:

“Dari Abu ad-Darda (diriwayatkan bahwa) ia berkata: “Kekasihku (Rasulullah) shallallahu ‘alaihi wasallam mewasiatiku tiga perkara yang tidak akan aku tinggalkan selama aku masih hidup: Puasa tiga hari setiap bulan, shalat dhuha, dan aku tidak tidur sehingga shalat witir dahulu” (HR. Muslim).

  1. Hadits riwayat Abu Dzar:

Artinya : Dari Abu Dzarr, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam (diriwayatkan bahwa) beliau bersabda: “Hendaklah setiap pagi setiap sendi salah seorang di antara kamu melakukan sedekah. Setiap tasbih itu sedekah, setiap tahmid itu sedekah, setiap tahlil itu sedekah, setiap takbir itu sedekah, amar ma’ruf itu sedekah, nahi munkar itu sedekah. Semua itu dicukupi dengan dua rakaat yang dilakukan pada waktu dhuha” (HR. Muslim).

Berdasarkan hadits-hadits di atas, kita disunnahkan untuk melakukan shalat dhuha semampu kita tanpa melalaikan kewajiban-kewajiban.

Demikian pendapat Muhammadiyah menyikapi pandangan bahwa dilarang atau tidak boleh melakukan shalat sunnah Dhuha setiap hari. Semoga bermanfaat.

Temukan Artikel Viral kami di Google News
Artikel Terkait
Terpopuler
Terbaru

Hendropriyono Dirikan Replika Istana Kerajaan Majapahit, Prabowo Subianto dan Para Jenderal Datang

TENTANGKITA.CO, JAKARTA - Kerajaan Majapahit kembali berdiri? Ya.  Jenderal TNI  (Purn) Prof. Dr. Abdullah Mahmud Hendropriyono, S.T., S.H., M.H...