Senin, 29 April 2024

Daftar UMK – UMP 2023 Tak Gunakan PP 36 tahun 2021 sebagai Dasar Penghitungan Kenaikan Upah

Daftar UMK dan UMP 2023 akan ditentukan dengan menggunakan Peraturan Kementerian Tenaga Kerja (Permenaker) khusus

Hot News

TENTANGKITA.CO, JAKARTA – Daftar UMK dan UMP 2023 akan ditentukan dengan menggunakan Peraturan Kementerian Tenaga Kerja (Permenaker) khusus, tidak lagi menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai dasar penghitungan.

Hal ini diungkapkan oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dan dibenarkan oleh Kementerian Tenaga Kerja.

Kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) dan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2023 akan diputuskan pekan depan, namun sejauh ini belum diketahui apa isi peraturan menteri tersebut.

Baca jugaDaftar UMK 2023 untuk Kota Bandung, Cimahi dan Bandung Barat, Mana yang Paling Tinggi

Baca jugaDaftar UMK 2023 Bangka Belitung, Tertinggi dan Terendah Ini?

Dalam video konferensi pers yang disebarkan oleh Partai Buruh, Said Iqbal mengatakan pemerintah setuju tidak menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36/2021 tentang Pengupahan sebagai acuan untuk merumuskan kenaikan daftar UMP dan UMK 2023.

Sebagai gantinya, kata Said, Kementerian Ketenagakerjaan akan menerbitkan peraturan menteri untuk mengisi kekosongan hukum penentuan upah minimum.

“Salah satu keputusan yang sudah terkonfirmasi, Presiden Joko Widodo setuju untuk tidak menggunakan PP No 36/2021. Itu sudah terkonfirmasi,”ujar dia.

Baca jugaMau Jadi PPK dan PPS Pemilu 2024? KPU Lagi Butuh 287 Ribu Orang, Lihat Tempat Daftar di Sini

”Kenaikan upah minimum untuk level provinsi dan kabupaten tahun 2023 sudah terkonfirmasi tidak menggunakan PP No 36 Tahun 2021. Jika dasar hukum sudah dinyatakan tidak berlaku, maka sekurang-kurangnya harus ada Permenaker. Sudah terkonfirmasi Menteri Tenaga Kerja akan mengeluarkan Permenaker tentang upah minimum kenaikan tahun 2023,” ujar dia.

Permenaker ini bisa digunakan sebagai dasar hukum, karena Mahkamah Konstitusi sudah menyatakan Omnibus Law sebagai produk hukum yang berstatus konstitusional bersyarat, dengan demikian aturan di bawahnya juga berstatus sama.

BACA DEH  KLJ, KAJ, KPDJ Tahun 2024 Kapan Cair, Ini Perintah Dinsos

Selain itu Permenaker ini juga tidak mendegradasi PP No 36/2021 secara keseluruhan, namun hanya bagian penentuan upah minimum. Untuk kenaikan upah tahun-tahun selanjutnya, hingga Omnibus Law diubah, kata Said, tidak lagi menggunakan acuan peraturan tersebut.

Baca jugaDaftar UMK dan UMP Indonesia 2023, Buruh Minta Tak Gunakan PP 36/2021 

Kumpulan serikat buruh ini, meminta kenaikan UMP dan UMK 2023 sebesar 13 persen, dengan penghitungan berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi serta juga menghitung upaya untuk meningkatkan daya beli buruh.

Berdasarkan perhitungan KSPI kata Iqbal, pemerintah tampaknya tetap menggunakan inflasi sebagai dasar perumusan kenaikan upah.

“Paling mungkin interval kenaikan upah minimum 6,5 persen dengan penghitungan inflasi Januari – Desember 2022,” ujar dia.

Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah mengatakan salah satu alasan kenaikan upah 13 persen yang diusulkan buruh adalah pertumbuhan ekonomi sebesar 4-5 persen pada 2022.

Baca jugaDaftar UMK 2023 Kepulauan Riau, Batam Masih Tertinggi?

Kenaikan daftar UMK dan UMP 2023 sebesar 13 persen diyakini mampu menutup daya beli pekerja yang sebelumnya sudah tergerus oleh inflasi.

”Akumulasi dari pertumbuhan ekonomi yang mencapai 4-5 persen dan inflasi di tahun ini mencapai 5-6 persen. Kenaikan upah 13 persen adalah yang minimum untuk seluruh kota dan kabupaten di Indonesia,” ucap Ilhamsyah.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri membenarkan bahwa penentuan upah minimum 2023 tidak menggunakan PP No 36/2021, pada Kompas.

Baca jugaUMK Kabupaten dan Kota Bekasi 2023, Masih Lebih Tinggi dari Jakarta ?

Pihaknya akan mengeluarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan untuk menentukan upah minimum tersebut.

BACA DEH  KLJ, KAJ, KPDJ Tahap 2 Plus Maret dan April 2024: Bakal Mundur dan Penerima Berkurang

”Iya betul,” kata Indah saat dihubungi melalui pesan singkat.

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan inkonsistensi kebijakan akan menimbulkan ketidakpercayaan investor terhadap iklim usaha di Indonesia. Selain itu, menjadi preseden yang tidak baik dalam pemerintahan.

 

Temukan Artikel Viral kami di Google News
Artikel Terkait
Terpopuler
Terbaru

KLJ, KAJ, KPDJ Tahap 2 [Januari-Februari] Plus Maret-April 2024 Bakal Molor

TENTANGKITA.CO, JAKARTA -  Pemenuhan Kebutuhan Dasar (PKD) melalui Bansos KLJ, KAJ, dan KPDJ pada 2024 masih akan menjadi instrumen...