Rabu, 4 Desember 2024

EURO 2024: Sepak Bola Itu [Ternyata] Penuh Kekejaman

Kisah Andres Escobar mungkin puncak dari kebencian. Dia dibunuh setelah Piala Dunia 1990.  Andres Escobar akan selalu dikaitkan dengan gol bunuh diri melawan Amerika Serikat yang mengakibatkan kekalahan tim berbakat Kolombia. Sekembalinya ke Kolombia, dia ditembak dan dibunuh.

Hot News

Gambar Bola Kaki Png, Vektor, PSD, dan Clipart Dengan Background Transparan untuk Download Gratis | Pngtree

“Dalam sepak bola, segalanya menjadi rumit dengan kehadiran tim lawan.” – Jean-Paul Sartre

TENTANGKITA.CO, JAKARTA – Sepak bola itu kejam, kawan.  Di balik kemenangan, sepontan, kerap banjir keriaan. Semua orang bersatu. Tenggelam dalam suka cita. Kota riuh. Suara klakson kendaraan di mana-mana. Suara hiruk-pikuk pekik kemenangan bermunculan. Seperti jamur pada musim hujan.

“Saya pikir sepak bola adalah permainan yang hebat karena menyatukan orang-orang. Tidak peduli dari mana Anda berasal atau bahasa apa yang Anda gunakan, sepak bola menyatukan semua orang,”  demikian kata Marco Van Basten.

Tapi, tunggu dulu, semua itu hanya sekejap. Mudah berganti. Sirna. Seperti tanah gersang pada musim kemarau yang menelan air hujan. Lihatlah seusai tim Anda tumbang.

Bukan hanya tangis. Sumpah serapah pun mengedepan. Tak ada lagi suara puja-puji. Kebencian segera ditumpahkan.  Seperti Rudal, yang mematikan, menemukan sasarannya. Meledak dan menghancurkan. Semua, dari pemain hingga pengurus federasi, menjadi sasaran empuk.

BACA JUGA

Kisah Andres Escobar mungkin puncak dari kebencian. Dia dibunuh setelah Piala Dunia 1990.  Andres Escobar akan selalu dikaitkan dengan gol bunuh diri melawan Amerika Serikat yang mengakibatkan kekalahan tim berbakat Kolombia. Sekembalinya ke Kolombia, dia ditembak dan dibunuh. Secara umum diyakini:  Dia dibunuh karena golnya itu.

Pada tanggal 1 Oktober 2022, sebuah insiden penghimpitan kerumunan yang fatal terjadi pascapertandingan sepak bola di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Menyusul kekalahan tim tuan rumah Arema dari rivalnya Persebaya Surabaya, sekitar 3.000 pendukung Arema memasuki lapangan.

Lalu, ada kisah yang baru terjadi. Mantan kapten Malaysia Safiq Rahim menjadi pesepakbola ketiga yang diserang dalam sepekan terakhir setelah ia diancam dengan palu dan kaca depan mobilnya dihancurkan oleh dua penyerang. Dia tidak terluka dalam serangan pada tanggal 7 Mei di Johor setelah sesi latihan dengan Johor Darul Ta’zim, salah satu klub sepak bola top Asia yang dijalankan oleh putra mahkota keluarga kerajaan Johor. 

BACA DEH  Piala AFF 2024: Indonesia Juara? Ini Kata Shin Tae-Yong

Pemain sayap kanan Malaysia Faisal Halim berada di unit perawatan intensif rumah sakit dengan luka bakar tingkat empat setelah disiram air keras pada akhir pekan di luar ibu kota Kuala Lumpur. Rekan setimnya Akhyar Rashid terluka dalam perampokan di luar rumahnya di negara bagian timur Terengganu pekan lalu.

Kisah buruk tak berhenti di situ. “Itu adalah mimpi buruk musim dingin”, tulis Süddeutsche Zeitung. “Rasa malu yang luar biasa”, ungkap Bild. “Titik terendah baru” yang mengungkapkan juara dunia empat kali itu  [Jerman] menyusut menjadi “kurcaci sepak bola” tulis Spiegel.

Ya, pagi hari setelah Nationalmannschaft tersingkir dari Piala Dunia 2022 di babak penyisihan grup untuk turnamen kedua berturut-turut, halaman depan media massa Jerman memuat bacaan yang blak-blakan.

Di studio TV, mantan pemain Timnas Jerman, Bastian Schweinsteiger mengatakan para pemain Jerman tampaknya tidak memiliki keinginan “membakar” untuk sukses seperti pemain lain, secara eksplisit menyebut Kosta Rika, tetapi sepertinya menyiratkan kepahlawanannya sendiri di Maracana pada tahun 2014.

DFB, asosiasi sepak bola Jerman, diperlukan untuk melatih dan menghasilkan lebih banyak Führungsspieler atau “pemain kepemimpinan”, tambahnya.

Sang pelatih, Hansi Flick, dengan tidak sabar mengabaikan saran Schweinsteiger tetapi mengakui kepastian lama yang melekat pada sepak bola Jerman telah menguap begitu saja. “Kami tidak memiliki efisiensi di turnamen ini,” katanya.

Kisah itu pun dialami David Beckham. Dia   dipermalukan oleh pers Inggris karena disalahkan oleh banyak orang atas kekalahan Inggris di Piala Dunia 1998 dari Argentina.  Beckham dikeluarkan dari lapangan karena “kekesalan bodoh” “Beck-home” kata The Sun, “10 singa heroik, satu anak bodoh” kata The Mirror. Banyak surat kabar mengembangkan liputannya seiring dengan semakin mendalamnya dampak kekalahan Inggris.

Surat kabar terlaris di Inggris, The Sun, menggambarkan tindakan Beckham sebagai “momen kegilaan”. Daily Mail berbagi pandangan yang sama. Judul halaman depannya adalah: “Momen kegilaan yang mengorbankan harapan”. Dikatakan, jika Beckham tetap bertahan, “pasukan Hoddle pasti memiliki peluang besar untuk menang” – tetapi hal ini dikorbankan untuk “tindakan pembalasan yang merajuk”.

BACA DEH  Van Nistelrooy Hinggap Di Leicester Sebagai Manajer

Tabloid lain, Daily Star, telah mengubah slogannya menjadi “Ooh, aah … nail bittah” untuk acara besar tersebut. Mereka juga menganggap kartu merah Beckham sebagai akibat dari “pembalasan bodoh”. Pikiran terakhirnya: “Mundur!”

Di Ghana pun terjadi. Seorang suporter yang marah mengkonfrontasi pelatih Ghana Chris Hughton setelah kekalahan mengecewakan mereka di putaran final Piala Afrika pada hari Minggu (14/1/2024), pejabat tim mengkonfirmasi pada hari Senin (15/1).

Ghana dikalahkan oleh gol pada menit akhir oleh Kepulauan Cape Verde, tim terkecil dari 24 tim pada turnamen di Pantai Gading dalam salah satu dari beberapa hasil mengejutkan pada hari Minggu itu. Hughton disapa di hotel tim saat Ghana kembali dari pertandingan, tetapi penggemar yang marah itu dicegat oleh petugas keamanan.

BACA JUGA

Juru bicara tim Ghana Henry Asante mengecilkan insiden tersebut, mengatakan kepada ESPN: ‘Itu adalah hal normal yang terjadi ketika sebuah tim kalah. Penggemar tersebut mengkonfrontasi pelatih dan memintanya untuk meningkatkan atau meninggalkan pekerjaannya.”

Mungkin begitu yang hendak digambarkan Bill Shankly atau  William Shankly OBE,  seorang pemain dan manajer sepak bola Skotlandia yang terkenal pada masanya sebagai manajer Liverpool. Shankly membawa kesuksesan bagi Liverpool, mendapatkan promosi ke Divisi Pertama dan memenangkan tiga Kejuaraan Liga dan Piala UEFA.

Apa katanya? “Beberapa orang percaya sepak bola adalah soal hidup dan mati, saya sangat kecewa dengan sikap itu. Saya dapat meyakinkan Anda bahwa ini jauh lebih penting dari itu.”

Temukan Artikel Viral kami di Google News
Artikel Terkait
Terpopuler
Terbaru

Kompolnas: Penempatan Polri di TNI Khianati Reformasi

TENTANGKITA.CO, JAKARTA - Gagasan penempatan Polri di bawah TNI mengkhianati cita-cita reformasi. Pemisahan itu merupakan hasil dari gerakan reformasi...