Kamis, 28 Maret 2024

Bisakah Teori Relativitas Einstein Menjelaskan Peristiwa Isra Miraj?

Hot News

TENTANGKITA.CO, SURABAYA – Peristiwa Isra Miraj Nabi Muhammad merupakan kejadian yang mencengangkan. Bukan hanya untuk rasionalitas orang pada masa lalu tetapi juga orang modern sekarang ini.

Lalu apakah ilmu pengetahuan bisa menerangkan bagaimanakah peristiwa Isra Miraj yang memperjalankan pulang pergi Nabi Muhammad dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsa di Palestina (peristiwa Isra) dan kemudian ke Sidratul Muntaha (Miraj) itu terjadi?

Laman resmi PP Muhammadiyah menayangkan penjelasan dari Agus Purwanto, pakar Fisika Teori Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, dalam kajian yang diselenggarakan Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta pada Sabtu 26 Februari 2022.

Berikut ini artikel yang ditayangkan di laman PP Muhammadiyah terkait dengan pembahasan Isra Miraj….

Isra Miraj adalah rangkaian dua peristiwa yang terjadi hanya dalam waktu sehari semalam. Secara nalar, peristiwa Isra dan Miraj bukanlah fenomena yang mengada-ada.

Memang peristiwa perjalanan Rasulullah Saw dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsa, kemudian dilanjutkan dari bumi menuju langit (Sidratul Muntaha) menjadi sulit dipahami dan dinalar oleh otak manusia.

Pada saat peristiwa ini disampaikan kepada orang-orang Mekkah, sebagian di antara mereka mengolok-oloknya bahkan ada yang kembali murtad, kecuali Abu Bakar yang menyatakan bahwa hal itu benar.

Hal ini menunjukan betapa hebat keimanan seorang Abu Bakar sehingga dijuluki Al-shiddiq (yang senantiasa membenarkan).

Menurut Agus Purwanto, peristiwa paling penting dalam sejarah ini pun diabadikan dalam QS. Al Isra ayat 1 dan QS. An Najm ayat 13-18.

Agus menyebut tidak sedikit para ilmuwan menggunakan pendekatan teori Relativitas Khusus Einstein. Ini berarti mengaitkan peristiwa tersebut dengan konsep dilatasi atau pemuluran waktu.

Karena perjalanan Nabi bersama dengan malaikat Jibril, maka kecepatan kendaraan yang dipakai Nabi Saw setara kecepatan cahaya yaitu 300.000 km/detik.

Seandainya Miraj terjadi dari pukul 20.00 hingga 04.00, berarti perjalanan dari bumi ke langit kemudian pulang dari langit ke bumi berdurasi 8 jam.

Ini mustahil! Bagi Agus, jika kecepatan Rasulullah Saw setara dengan kecepatan cahaya, maka beliau belum keluar dari sistem tata surya. Sebab jika dikalikan dengan kecepatan cahaya 300.000 km/detik, akan dihasilkan jarak tempuh sejauh 4.320.000.000 km dari bumi.

Berarti perjalanan ini baru mencapai planet Neptunus, planet terluar dari sistem tata surya. Artinya membutuhkan sekitar 4.4 tahun kecepatan cahaya hanya untuk sampai menuju alfancentauri.

Karenanya, bagi Agus penjelasan Miraj menggunakan teori Relativitas Khusus Einstein belum memadai untuk menjelaskan peristiwa ini. Belum lagi dengan fakta bahwa tidak ada materi yang bermassa yang bisa secepat cahaya.

Cahaya dapat bergerak cepat karena pada dasarnya ia adalah gelombang elektromagnetik. Artinya, hanya malaikat dan ruh saja yang bisa memiliki kecepatan 300.000 km/detik.

“Karena ini bicara sains, akan terjadi pembengkakan massa yang besar sekali, dengan kata lain kalau Nabi Saw secepat kecepatan cahaya tubuhnya akan meledak. Karenanya hentikan penjelasan peristiwa Isra Miraj ini dengan pendekatan Relativitas Khusus Einstein,” ujar Agus.

Jika merujuk pada QS. Al Isra ayat 1 dan QS. An Najm ayat 13-18, kata Agus, terdapat tiga kunci yang ada pada peristiwa Isra’ Mi’raj yaitu: asra’, ‘abdi, dan layl. Asra’ adalah memperjalankan, memindahkan materi dari satu tempat ke tempat lain.

Tempat menyatakan satu titik dalam ruang sehingga asra’ terkait dengan ruang beserta atributnya. ‘Abdi menunjuk pada hamba pilihan-Nya yakni Rasulullah yang meliputi jiwa, raga, jasmani dan ruhani. Layl mewakili waktu.

Dengan adanya petunjuk di atas, hal ini mengantarkan pada struktur jagad raya yaitu sifat ruang-waktu-cahaya yang tidak lain adalah teori Relativitas Umum Einstein.

Melalui teori ini, ruang dan waktu tidaklah ajeg, melainkan merupakan fenomena yang fleksibel, relatif, dan dinamis seperti proses alam semesta lainnya. “Jadi menurut Einstein jagat raya kita itu melengkung,” ujar Agus.

Selain jagat raya itu melengkung, alam semesta juga terus mengembang. Pendapat ini pertama kali diungkapkan oleh Edwin Hubble. Di masa lalu, alam semesta begitu kecil, padat, dan panas.

Sebagaimana balon yang diisi udara, alam semesta kemudian mengembang, membesar, dingin, dan jarak antar galaksi dan materi di dalamnya pun semakin menjauh satu sama lainnya.

Jika alam semesta diibaratkan balon, maka permukaan bola itulah ungkapan ruang lengkung dua dimensi. Artinya masih ada dimensi lain, yaitu alam immaterial yang keberadaannya di luar ruang dan waktu alam semesta.

Maka dari itu, tak heran jika perjalanan Miraj yang menembus beberapa lapis langit tersebut, bisa berlangsung dalam waktu yang relatif sangat singkat karena keberadaannya bukan lagi di alam semesta melainkan berada di ‘ruang ekstra’ alias alam immaterial.

“Jadi perjalanan Rasulullah itu menembus dimensi yang lebih tinggi yaitu langit yang ghaib. Ini sudah berada di luar jangkauan ilmu pengetahuan,” tegas Agus.

* Artikel ini disadur dari laman PP Muhammadiyah dengan judul Memahami Peristiwa Isra’ Mi’raj dengan Teori Relativitas Umum Einstein

BACA DEH  Ini Posisi Universitas Terbaik di Indonesia Di Level Asia dan Dunia
Temukan Artikel Viral kami di Google News
Artikel Terkait
Terpopuler
Terbaru

Tuntutan Anies-Imin dan Ganjar-Mahfud Petitum Sapu Jagat

TENTANGKITA.CO, JAKARTA  -  Tuntutan pemohon dua paslon Presiden-Cawapres  No.1   dan No.2 ] telah menyasar ke mana-mana sehingga ...