Jumat, 10 Mei 2024

Orang yang Pertama Kali Shalat Isya: Nabi Musa

Menurut Syaikh Nawawi al Bantani, memang ada peristiwa penting pada masa lalu yang melibatkan Nabi dan Rasul pada masa lalu yang mengiringi penetapan waktu dan rakaat shalat lima waktu yang diwajibkan dalam ajaran Islam.

Hot News

TENTANGKITA.CO, JAKARTA – Orang yang pertama kali melakukan shalat Isya, seperti ditulis Syaikh Nawawi al Bantani adalah Nabi Musa.

Pendapat Syaikh Nawawi yang menyebut Nabi Musa sebagai orang yang pertama kali melaksanakan shalat Isya termuat dalam kitabnya Sullam Al Munajah terbitan Al Haramain, Surabaya.

Menurut Syaikh Nawawi al Bantani, memang ada peristiwa penting pada masa lalu yang melibatkan Nabi dan Rasul pada masa lalu yang mengiringi penetapan waktu dan rakaat shalat lima waktu yang diwajibkan dalam ajaran Islam.

Ulama besar asal Banten yang menjadi rujukan di Arab Saudi dan dunia pada masanya menyebut Nabi Musa pernah tersesat dalam perjalanan keluar dari Kota Madyan.

Kejadian itu, menurut Syaik Nawawi al Bantani, membuat Nabi Musa bersedir lantaran empat hal:

  1. 1. Sedih karena telah meninggalkan istrinya
  2. Sedih karena telah berpisah dengan saudaranya, Nabi Harun
  3. 3. Sedih karena telah meninggalkan putranya
  4. 4. Sedih atas kezaliman Fir’aun.

BACA JUGA: Siapa Orang yang Pertama Kali Shalat Maghrib: Nabi Isa

Rasa pilu Nabi Musa itu akhirnya sirna dengan datangnya pertolongan dari Allah yang menyelamatkan beliau dari empat kesedihan itu. Sebagai rasa syukur, Nabi Musa kemudian mendirikan shalat yang bertepatan dengan waktu Isya.

Dalam satu artikel yang tayang di laman Kementerian Agama, kemenag.go.id, disebutkan Syaikh Nawawi al Bantani mengisahkan secara lengkap hikmah dan peristiwa penting terkait dengan penentuan waktu dan jumlah rakaat shalat.

BIOGRAFI SYAIKH NAWAWI AL BANTANI

Nama lengkap Syaik Nawawi Al Bantani adalah Muhammad Nawawi bin Umar bin Arabi bin Ali bin Jamad bin Janta bin Masbuqil al-Jawwi al-Bantani.

Seperti ditulis laman NU Online, nu.or.id, terkait dengan biografi Syaikh Nawawi al Bantani, beliau lahir di Tanara Tirtayasa Serang Banten pada tahun 1230 H/1813 M dan wafat di Mekkah pada 1314 H/1897 M.

Nama al Bantani digunakan sebagai nisbat untuk membedakan dengan sebutan Imam Nawawi, seorang ulama besar dan produktif dari Nawa Damaskus, yang hidup sekitar abad XIII Masehi.

Ayah Syekh Nawawi adalah seorang penghulu di Tanara, setelah diangkat oleh pemerintah Belanda. Ibunya bernama Zubaidah, penduduk asli Tanara.

Pada masa kecil, Syekh Nawawi dikenal dengan Abu Abdul Muthi. Dia adalah sulung dari tujuh bersaudara, yaitu Ahmad Syihabudin, Tamim, Said, Abdullah, Tsaqilah dan Sariyah.

BACA DEH  Suhu di Arab Saudi Bisa 48—50 Derajat, Menag Gus Yaqut Imbau Jemaah Haji Jaga Kesehatan

BACA JUGA: Orang yang Pertama Kali Shalat Ashar: Nabi Yunus

Syekh Nawawi merupakan keturunan ke-12 dari Maulana Syarif Hidayatullah, Sunan Gunung Jati Cirebon. Dari garis keturunan ayah, berujung kepada Nabi Muhammad Saw melalui jalur Sultan Hasanudin bin Sunan Gunung Jati, sedangkan dari garis ibu sampai kepada Muhammad Singaraja.

Saat Syekh Nawawi lahir, kesultanan Cirebon yang didirikan Sunan Gunung Jati pada tahun 1527 M sedang berada dalam periode terakhir, di ambang keruntuhan.

Syekh Nawawi mulai belajar ilmu agama Islam sejak berusia lima tahun, langsung dari ayahnya. Bersama-sama saudara kandungnya, Syekh Nawawi mempelajari tentang pengetahuan dasar bahasa Arab, fiqih, tauhid, al-Quran dan tafsir.

Pada usia delapan tahun, bersama adiknya bernama Tamim dan Ahmad, Syekh Nawawi berguru kepada KH. Sahal, salah satu ulama terkenal di Banten saat itu.

Kemudian melanjutkan kegiatan menimba ilmu ke Raden H. Yusuf di Purwakarta. Pada usia 15 tahun, Syekh Nawawi berangkat pergi ke Arab Saudi.

Di samping untuk melaksanakan ibadah haji, keberangkatan itu penting bagi Syekh Nawawi untuk menimba ilmu. Seperti ulama Al-Jawwi pada umumnya, pada masa-masa awal di Arab Saudi, dia belajar kepada ulama Al-Jawwi lainnya.

MENGAJAR DI MASJIDI HARAM

Puncak hubungan Indonesia (orang-orang Melayu) dengan Mekkah terjadi pada abad 19 M. Karena, pada saat itu banyak sekali orang Indonesia yang belajar di Mekkah.

BACA JUGA: Orang yang Pertama Kali Shalat Dzuhur: Nabi Ibrahim

Bahkan, tidak sedikit diantara mereka diberi kesempatan mengajar di Masjidil Haram, seperti Syekh Nawawi Al-Bantani, Syekh Mahfuzh Al-Turmusi asal Tremas Pacitan, Syekh Ahmad Khatib Al-Minankabawi asal Minangkabau, Syekh Muhtaram asal Banyumas, Syekh Bakir asal Banyumas, Syekh Asyari asal Bawean, dan Syekh Abdul Hamid asal Kudus.

Ada sekitar 200 orang yang hadir setiap kali Syekh Nawawi Al-Bantani mengajar di Masjidil Haram. Ketika itu Masjidil Haram menjadi satu-satunya tempat favorit, semacam kampus favorit dalam istilah sekarang.

Di Tanah Suci. Yang menjadi murid Syekh Nawawi tidak hanya orang Indonesia, namun para pelajar dari berbagai negara. Selama mengajar, Syekh Nawawi dikenal sebagai seorang guru yang komunikatif, simpatik, mudah dipahami penjelasannya dan sangat mendalam keilmuan yang dimiliki.

Dia mengajar ilmu fiqih, ilmu kalam, tashawuf, tafsir, hadits dan bahasa Arab. Di antara muridnya di Arab Saudi yang kemudian menjadi tokoh pergerakan setelah kembali ke Tanah Air.

BACA DEH  Suhu di Arab Saudi Bisa 48—50 Derajat, Menag Gus Yaqut Imbau Jemaah Haji Jaga Kesehatan

Mereka antara lain KH Hasyim Asyari (pendiri Nahdlatul Ulama/NU), KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), Thahir Jamalauddin (Singapura), Abdulkarim Amrullah (Sumatera Barat), Syekhana Chalil (Bangkalan), KH. Asyari (Bawean).

Lalu ada nama KH Tb. Asnawi (Caringin Banten), KH Ilyas (Kragilan Banten), KH. Saleh Darat (Semarang), KH. Najihun (Tangerang), KH. Abdul Ghaffar (Tirtayasa Serang), KH. Tb. Bakri (Sempur Purwakarta), KH. Dawud (Perak Malaysia) dan sebagainya.

Di samping itu, Syekh Nawawi juga banyak melahirkan murid yang kemudian menjadi pengajar di Masjidil Haram. Di antaranya adalah Sayyid Ali bin Ali al-Habsy, Syekh Abdul Syatar al-Dahlawi, Syekh Abdul Syatar bin Abdul Wahab al-Makki dan sebagainya.

BACA JUGA: Manusia Yang Pertama Kali Shalat Subuh: Nabi Adam

BAPAK KITAB KUNING

Syekh Nawawi lebih banyak dijuluki sebagai Sayyid Ulama al-Hijaz, karena telah mencapai posisi intelektual terkemuka di Timur Tengah, juga menjadi salah satu ulama paling penting yang berperan dalam proses transmisi Islam ke Nusantara.

Pengalaman belajar yang dimiliki cukup untuk menggambarkan bentuk pembelajaran Islam yang telah mapan dalam Al-Jawwi di Mekkah.

Dalam konteks keberadaan pesantren di Indonesia, Syekh Nawawi diakui sebagai salah satu arsitek pesantren, sekaligus namanya tercatat dalam genealogi intelektual tradisi pesantren.

Nama Syekh Nawawi tidak hanya terkenal di daerah Arab Saudi, tetapi juga di Syiria, Mesir, Turki dan Hindustan.

Penguasaan yang mendalam terhadap ilmu agama dan banyaknya kitab karyanya yang sampai sekarang masih menjadi rujukan di mayoritas pesantren di Indonesia, menjadikan nama Syekh Nawawi dijuluki sebagai Bapak Kitab Kuning Indonesia.

Syekh Nawawi adalah ulama Indonesia paling produktif yang bermukim di Haramain. Selama hidup, karya Syekh Nawawi tidak kurang dari 99 buku maupun risalah. Bahkan ada yang mengatakan lebih dari 115 buah.

Semua tulisan itu membahas berbagai disiplin kajian Islam. Beberapa karyanya yang masih terkenal sampai sekarang adalah Tafsir al- Munir, Nashaihul Ibad, Fathul Shamad al-Alim, al-Tausyikh, Kasyifatus Saja, al- Futuhat al-Madaniyyah, Tanqihul Qawl, Nihayatul Zayn, Targhibul Mustaqin, Hidayatul Azkiya, Madarijul Saud, Bughyatul Awam, Fathul Majid dan sebagainya.

Demikian biografi singkat dari ulama besar asal Indonesia Syaikh Nawawi al Bantani termasuk pendapatnya tentang orang yang pertama kali melaksanakan shalat Isya yaitu Nabi Musa.

Temukan Artikel Viral kami di Google News
Artikel Terkait
Terpopuler
Terbaru

Tim U-23 Indonesia Kubur Mimpi Ke Olimpiade

TENTANGKITA.CO, JAKARTA - Tim U-23 Indonesia gagal tampil di Olimpiade Paris 2024 setelah pada laga play-off kalah 0-1 dari...