TENTANGKITA.CO – PENGENTASAN KEMISKINAN selalu menjadi janji dari setiap pemerintahan. Namun, janji tinggal janji apabila tidak ada kebijakan yang menyasar akar persoalan.
Kabinet Merah Putih di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka juga mencanangkan pengentasan kemiskinan sebagai prioritas kerja. Kepala Negara berulang kali menegaskan komitmennya memutus mata rantai kemiskinan dengan pendekatan holistik.
Berbagai kebijakan dan program pun disiapkan. Demi memastikan program tepat sasaran, pemerintah membentuk Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN)
Selama setahun pemerintahan Prabowo, program yang paling mendapat sorotan adalah Makan Bergizi Gratis (MBG) yang mulai berjalan pada 6 Januari. MBG menyasar jutaan orang sebagai penerima manfaat terutama para pelajar. Untuk tahun 2026 saja, pemerintah menyiapkan dana Rp355 triliun.
Di bidang pendidikan, pemerintah mengembangkan Sekolah Rakyat bagi masyarakat dari desil terbawah. Lantas ada program renovasi 13 ribu sekolah dan 1.400 madrasah. Untuk perumahan, tersedia bantuan renovasi rumah dan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Di sektor ekonomi, Presiden Prabowo menyiapkan mega program Koperasi Merah Putih. Pemerintah menargetkan 80 ribu koperasi mulai beroperasi pada 2026.
“Kita bersyukur juga angka kemiskinan turun ke 8,47 persen. Saya diberitahu oleh para pakar, ini angka terendah sepanjang sejarah Republik Indonesia,” kata Presiden Prabowo saat memberikan arahan dalam Sidang Kabinet Paripurna pada 20 Oktober 2025, bertepatan 1 tahun pemerintahan Kabinet Merah Putih.
PEMBIAYAAN ULTRAMIKRO
Tentu, pemerintah tak bisa berjalan sendiri merealisasikan janji mengentaskan kemiskinan. Pemangku kepentingan harus terlibat termasuk dunia bisnis dan lembaga nonpemerintah. Salah satu jenis usaha yang bersentuhan langsung dengan masyarakat paling bawah adalah pembiayaan ultramikro.
Ekonom memandang pemerintah perlu mendorong pembiayaan ultramikro lebih masif agar menjadi bagian dari upaya mengentaskan kemiskinan yang menjadi program prioritas Kabinet Merah Putih.
Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip mengatakan kehadiran model pembiayaan ultramikro itu mengisi ceruk ekonomi yang tidak dijangkau oleh sumber pendanaan dengan pendekatan konvesional seperti bank.
Fokus lembaga pembiayaan ultramikro memang pada segmen kelompok masyarakat yang unbankable. Ceruk itu, kata dia, selama ini diisi oleh keberadaan renternir yang justru kerap memberikan dampak negatif kepada masyarakat.
Peran pembiayaan ultramikro seperti yang dijalankan BUMN PT Permodalan Nasional Madani (PNM) juga memiliki misi pemberdayaan kepada kelompok bawah tidak sekadar menyalurkan pembiayaan.
“Terbukti, banyak pelaku ekonomi dari kelompok masyarakat miskin yang kini berhasil ‘mentas’ dari status sebagai keluarga prasejahtera menjadi sejahtera bahkan di atasnya,” kata Sunarsip kepada wartawan.
Bahkan, dia memandang lembaga dengan model bisnis seperti PNM perlu didorong agar memiliki lingkup ukuran usaha (size) pembiayaan yang lebih besar.
“Perannya sebagai lembaga pembiayaan ultra mikro yang fokus pada pemberdayaan tetap perlu dan harus dipertahankan. Namun, size-nya harus dinaikkan,” kata ekonom senior tersebut.
Suara senada datang dari Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto. Menurut dia, secara umum pembiayaan ultramikro bisa menjadi satu pilihan cara untuk mendorong perbaikan ekonomi kalangan bawah.
Namun, dengan plafon kredit ultramikro yang karena menyesuaikan dengan kemampuan membayar peminjam, menurut Eko, perlu dukungan kebijakan pemerintah di tingkat makro.
“Kredit ultramikro penting untuk akses mereka yg berada di ekonomi bawah dan belum bankable. Ini sekaligus mendidik mereka lebih bisa mengelola keuangan seiring pertumbuhan usaha mikronya,” kata Eko Listiyanto ketika dihubungi wartawan.
Di dunia, ada dua institusi yang menjadi pelopor penyaluran kredit ultramikro yakni BRAC dan Grameen Bank. Dua lembaga nonpemerintah yang lahir di Bangladesh itu sudah membuktikan kiprah mereka dalam menekan angka kemiskinan.
BRAC, salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) terbesar di dunia, berdiri sejak 1972. Semula lembaga ini hanya ‘bermain’ di negara Bangladesh, singkatan dari Bangladesh Rehabilitation Assistance Committee (BRAC).
Ketika mulai menyalurkan pinjaman ultramikro, BRAC berganti nama menjadi Bangladesh Rural Advancement Committee. Program itu diduplikasi ke beberapa negara yakni Pakistan, Tanzania, Uganda, Sierra Leone, Liberia, dan Myanmar.
“Pembiayaan ultramikro strategi sangat ampuh membantu masyarakat keluar dari kemiskinan. Itulah sebabnya selama lebih dari empat dekade, layanan itu menjadi inti pendekatan holistik BRAC dalam pembangunan,” ungkap Sir Fazle Hasan Abe, pendiri BRAC. (lihat tabel)
Grameen Bank mulai beroperasi pada 1983. Lembaga yang dibidani oleh ekonom Dr. Muhammad Yunus mengusung tagline Bank untuk Orang Miskin. Situs Grameen Bank mengklaim telah menyalurkan pembiayaan kepada 10,77 juta nasabah. (lihat tabel)
Pada 2006, Yunus dan Grameen Bank menerima Nobel Perdamaian sebagai apresiasi atas upayanya menciptakan pembangunan ekonomi dan sosial melalui kredit ultramikro dalam memerangi kemiskinan.
KINERJA PNM
Di dalam negeri ada PT Permodalan Nasional Madani (PNM), BUMN yang dibentuk pada 1999 semasa pemerintahan Presiden BJ Habibie. Pada 2016, PNM merilis pembiayaan ultramikro berupa program Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar). PNM kemudian tergabung dalam holding ultramikro—dibentuk pada September 2021—dengan BRI sebagai induk dan satu anggota lain yakni PT Pegadaian.
Meski baru muncul beberapa dekade setelah BRAC dan Grameen Bank, Mekaar berkembang pesat melampui dua lembaga itu dari sisi jumlah nasabah. Hingga semester pertama 2025, sekitar 22,4 juta nasabah di 6.165 kecamatan di Indonesia menikmati pembiayaan ultramikro dari PNM. Dan, seluruh penerima adalah perempuan.
Selama 2025, perusahaan pelat merah ini membidik nasabah aktif Mekaar sebanyak 16 juta orang. Selama 2024, jumlah pembiayaan Mekaar secara konsolidasi mencapai Rp73,93 triliun. (lihat tabel)
“Nasabah kami berasal dari kelompok ekonomi desil I sampai desil III. Yang masuk kemiskinan ekstrem sekitar 6 juta nasabah. Jadi PNM dari sejak digagas dan dilahirkan sejalan dengan upaya pemerintah menekan angka kemiskinan,” ujar Dirut PNM Arief Mulyadi dalam diskusi Bisnis Indonesia Forum pada Juli 2025.
Perbandingan Tiga Lembaga Pembiayaan Ultramikro Dunia
| Lembaga | Tahun Operasi | Total Nasabah | Profil Nasabah | Jumlah Pinjaman |
| BRAC | 1972 | 11 juta | 89% perempuan | US$6 miliar (2024) |
| Grameen Bank | 1983 | 10,77 juta | 98% perempuan | US$1,383 miliar (Jan–Sep 2025) |
| PNM Mekaar | 2016 | 22,7 juta | 100% perempuan | Rp73,93 triliun (2024) |
Selain PNM, ada beberapa badan usaha swasta sejenis di dalam negeri. Berikut ini profil lembaga pembiayaan ultramikro selain PNM Mekaar dengan nasabah di atas 1 juta orang:
BTPN Syariah
Lembaga ini mulai beroperasi sejak 2008. Situs resmi BTPN Syariah menyebut nasabah aktif berjumlah 3,81 juta orang. Hingga Februari 2025, total penerima manfaat mencapai 7 juta nasabah. Selama semester pertama 2025, BTPN Syariah menyalurkan dana senilai Rp10,14 triliun.
Amartha
Amartha mulai beroperasi pada 2010. Menurut situs resminya, total nasabah yang dilayani mencapai 3,3 juta perempuan dengan total penyaluran modal kerja lebih dari Rp35 triliun.
PT Mitra Bisnis Keluarga Ventura (MBK)
MBK mulai beroperasi pada 2003. Sampai dengan 2024, menurut situs resminya, lembaga ini melayani lebih dari 1,626 juta perempuan berpenghasilan rendah. Laporan Keuangan tahun 2024 menyebutkan MBK hingga akhir Desember tahun lalu mengucurkan kredit mencapai Rp10,3 triliun.
Melihat catatan dua lembaga dunia serta PNM dan usaha sejenis di dalam negeri, agaknya pemerintahan Presiden Prabowo bisa memanfaatkan peran serta pembiayaan ultramikro dalam cita-cita besar memutus mata rantai kemiskinan.
Pasalnya, karakter layanan pembiayaan ini menyasar masyarakat kelas bawah yang nonbankable, tidak butuh agunan, nominal kredit kecil, dan biasanya perempuan.
