TENTANGKITA.CO – “Kepriwe kiye, deneng pergerakane lamban temen sih?” kata lelaki dengan rambut yang hampir penuh dengan uban dalam dialek Banyumasan campuran.
Bagi orang Banyumasan tulen, logatnya itu terasa kurang pas. Maklum sang pembicara, St Eries Adlin justru berdarah Minang yang kental.
Meski begitu, jurnalis senior yang lebih dikenal dengan panggilan Ires itu lumayan fasih bicara dengan gaya ngapak-ngapak. Dia hampir 7 tahun kuliah di FISIP Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) yang berlokasi di Ibu Kota Banyumas, Purwokerto.
“Gimana ini, kok pergerakannya lambat banget?” begitu kira-kira arti kalimatnya yang keluar dari alumni Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) angkatan 1986.
Saat itu, Juli 2025, dia berbicara di komunitas alumni Unsoed yang berasal dari berbagai fakultas. Alumni angkatan tertua yang hadir dari era 1980-an sampai yang termuda angkatan 2010-an.
Fokus pembicarannya menyangkut tindak lanjut usulan beberapa alumni Unsoed untuk membangun hub yang bisa memperkuat komunikasi orang ‘berdarah’ Banyumas.
Kok Banyumas, kenapa bukan Unsoed?
“Sisan gawe lah, Banyumas bae, aja mung Unsoed,” begitu kata Didik Ari Prasetyo, alumni FISIP Unsoed angkatan 2002, asal Klaten.
Terjemahan bebasnya, “sekalian aja lah, kita bikin hub untuk orang Banyumas, bukan sekadar alumni Unsoed.”
Bagi sebagian besar alumni perguruan tinggi yang menyematkan nama Panglima Besar Jenderal Soedirman itu, Purwokerto memang sudah menjadi ‘Tanah Air’ kedua.
Meski sudah banyak yang menyuarakan, inisiatif yang lebih konkret untuk mendirikan ‘tempat kongkow’ itu datang dari Arief Mulyadi, lulusan Fakultas Biologi angkatan 1987.
“Tanggung jawab kita juga sebagai alumni untuk lebih ‘memperkenalkan’ Unsoed. Bahkan mungkin lebih dari itu, kita bisa angkat nama Banyumas ke level nasional,” kata dia pada Juni 2025.
Percakapan beberapa alumni di ruang kerja Arief Mulyadi di lantai 6 Kantor PT Permodalan Nasional Madani (PNM), BUMN pembiayaan ultra mikro, menelurkan kesepakatan untuk membentuk koperasi.
Diarsiteki oleh Sularto (Fakultas Ekonomi angkatan 1994) dan Suroto (FE angkatan 1995 ), dua alumni yang bertahun-tahun bergelut dengan gerakan koperasi, badan usaha itu pun terbentuk. Hornaning (Fakultas Hukum angkatan 1996) yang mengurus legalitas lembaga yang kemudian diberi nama Koperasi Multi Pihak Bebrayan Akshaya Soedirman.
“Harus koperasi multipihak untuk mengikuti perkembangan zaman,” kata Suroto yang juga Ketua Umum Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses).
Tercatat 22 alumni lintas fakultas dan lintas angkatan sebagai pendiri. “Nantinya, kami membuka kesempatan bagi alumni Unsoed bergabung sebagai anggota,” kata Sularto.
Seperti efek bola salju, pergerakan beberapa alumni Unsoed bergulir lebih cepat. Muncul kesepakatan, Koperasi Bebrayan Akshaya Soedirman akan mendirikan restoran dan kafe. Didik yang memang menekuni bisnis kuliner, ditemani M. Nazarudin Latif (FISIP angkatan 1998), menjadi penanggung jawab rencana aksi itu.
“Nanti namanya Banjoemas Resto dan Kafe,” kata Latif.

Secara historis dan kultur, wilayah Banyumas Raya meliputi Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banjarnegara, sebagian Kabupaten Kebumen.
ROADSHOW ALUMNI
Perwakilan alumni lantas melakukan roadshow ke beberapa lulusan Unsoed yang berkarier di Jakarta. Peneliti Senior Populi Center Usep S. Ahyar (FISIP angkatan 1994) didampingi Wildansyah (FISIP 2008) menjadi kapten untuk urusan ini.
Selain Arief Mulyadi, tim kecil sowan kepada Ketua Umum Keluarga Alumni Unsoed (KA Unsoed) Abdul Kholik (Fakultas Hukum angkatan 1988) yang kini tercatat sebagai senator Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pemilihan Jawa Tengah.
“KA Unsoed mendukung gerakan teman-teman. Kafe itu nanti bisa jadi ajang alumni Unsoed bertukar informasi. Lebih luas dari itu, Banjoemas Kafe dan Resto itu bisa menjadi hub bagi ‘diaspora’ warga Banyumas Raya di Jakarta,” kata Abdul Kholik.
Roadshow para alumni Unsoed itu juga sampai ke kantor Dalu Agung Darmawan, Sekjen Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Dalu yang merupakan mahasiswa angkatan 1985 sekarang dipercaya sebagai Ketua Umum Ikatan Alumni Fisip Unsoed (Ikafu).
Silaturahmi itu berlanjut ke kantor Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Nurul Ichwan (FE angkatan 1991) dan Dirjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Astera Primanto Bhakti (FE angkatan 1986).
Menurut rencana, Banjoemas Resto dan Kafe akan berdiri di lokasi strategis yang kental dengan nuansa budaya yakni kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini Jakarta Pusat. Kebutuhan investasinya mencapai Rp1,2 miliar.
Koperasi Bebrayan Akshaya Soedirman sekarang sedang memfinalisasi perjanjian sewa dengan pengelola TIM. Insya Allah, Banjoemas Resto dan Kafe akan beroperasi pada Februari 2026.
“Rencana resto dan kafe Banjoemas dikurasi secara ketat oleh TIM. Salah satu nilai lebih sehingga kami bisa diterima beroperasi di TIM karena kami membawa narasi budaya khususnya Banyumas Raya dan Jawa pada umumnya,” kata Latif.
Lantas dari mana modal untuk mendirikan Banjoemas Resto dan Kafe itu?
Menurut Ires, selain dari hasil roadshow, rencana pendirian Banjoemas Kafe sudah beredar dari mulut ke mulut di komunitas alumni Unsoed. Dukungan finansial pun mengalir dalam bentuk investasi ke Koperasi Bebrayan Akshaya Soedirman.
“Ada yang investasi Rp5 juta, Rp10 juta bahkan Rp100 juta. Saat ini sudah masuk Rp450 juta dari target Rp1,2 miliar untuk membangun Banjoemas Kafe. Kita menerjemahkan filosofi sapu lidi dari Panglima Soedirman,” kata St Eries Adlin.
Panglima Besar Jenderal Soedirman terkenal dengan filosofi sapu lidi yang dinyatakan dalam kalimat: Janganlah berbuat seperti sapu yang meninggalkan ikatannya. Sebab, sebatang lidi tidak berarti apa-apa. Tapi dalam satu ikatan sapu, akan mampu menyapu segala-galanya.
Nah, aja kelalen mampir ya nek restorane wis ngadeg. Untuk tahu artinya silakan manfaatkan Google Terjemah ya.
